Pelalawan - Viral di pemberitaan media dan sosial media, dugaan pungutan liar (pungli) retribusi sampah sebesar Rp20.000 per rumah di Kelurahan Pangkalan Kerinci Timur, Kec. Pangkalan Kerinci, Kab. Pelalawan menarik perhatian publik.
Informasi yang dirangkum tim Wartawan, masyarakat di Pangkalan Kerinci Timur diminta membayar retribusi sebesar Rp20.000 per rumah, padahal tarif resmi yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Kab. Pelalawan hanya sebesar Rp10.000. Tambahan pungutan yang tidak tercantum dalam regulasi resmi itu diduga kuat merupakan bentuk pungutan liar (pungli), karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Saat dikonfirmasi redaksi, Lurah Pangkalan Kerinci Timur, Ridho Afalda, mengatakan retribusi sampah di wilayahnya resmi sesuai Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Pelalawan tetap sebesar Rp10.000 per rumah. “Retribusi sampah dari dulu hingga sekarang sesuai perda adalah Rp10.000. Tidak pernah berubah,” kata Ridho, Jum'at (30/5).
Ridho menjelaskan, sebagian warga yang wilayahnya terjadi penumpukan sampah, atau terkendala dalam pengangkutan sampah oleh DLH yang jauh dari kata optimal, warga berswadaya dan melakukan pengangkutan mandiri. “Mereka berswadaya melakukan pengangkutan mandiri, tidak memakai dana APBD. Semua berdasarkan musyawarah mufakat, disetujui bersama, dan dituangkan dalam tanda tangan warga dan saya hanya mengetahui,” terang Ridho.
Program swadaya tersebut dikenal dengan nama Gerakan Bersama Untuk Lingkungan atau disingkat GAUL. Lurah Ridho menegaskan bahwa partisipasi dalam GAUL bersifat sukarela. “Bagi warga yang keberatan, sangat dianjurkan oleh pengurus GAUL untuk tidak ikut swadaya, dan jangan menandatangani,” tambahnya.
Namun, ketika ditanya mengenai legalitas GAUL sebagai kelompok yang melakukan pungutan terhadap warga, Ridho terkesan menghindar dan mengalihkan pembicaraan. Ia hanya menegaskan bahwa warga yang tidak setuju dipersilakan mengikuti pengangkutan sampah resmi oleh DLH. “Kalau swadaya hanya untuk yang bermusyawarah mufakat saja, ada hitam di atas putih. Silahkan konfirmasi ke ketua GAUL-nya ya pak. Terima kasih,” tutup Ridho.
Hal senada disampaikan oleh Ketua GAUL bernama Ade. Ia menambahkan awal mula terbentuknya GAUL di Februari tahun 2025. Saat itu, di Desember ke Januari DLH Kab. Pelalawan tidak masuk lagi ke perumahan, akhirnya di Januari ia dan warga bergotong-royong mengangkut sampah yang menumpuk di perumahan di Kerinci Timur. "Itu waktu itu DLH kan tak jalan, banyak masalah. Pengaduan-pengaduan dari masyarakat itu yang kita kumpulkan, dan kita usulkan lalu terbentuklah ini (GAUL-red)," sebutnya.
Ade menjelaskan, kutipan sebesar Rp20.000 itu sesuai kesepakatan warga yang mau, dan tidak ada paksaan. Dengan peruntukan Rp10.000 untuk PAD Kab. Pelalawan sesuai Perda, dan Rp10.000 untuk operasional, seperti rental mobil, bensin dan lain-lainnya. "Itu pun yang kami terima cuma Rp8.000, yang Rp2.000 nya untuk uang jalan orang yang ngutip," imbuhnya.
Lebih jauh Ade mengatakan, hingga saat ini pihaknya rutin melakukan setoran penuh retribusi sampah yang Rp10.000 per rumah sesuai Perda, untuk PAD Kab. Pelalawan, melalui Bapenda. "Setor dong, iya (full-red) Rp10.000 (per rumah) sesuai ketentuan Perda. Bulan Maret aja yang agak kurang, karena banjir kemaren kan. Kalau setor rata-rata adalah Rp30 Juta per bulan ke Bapenda," ujar Ade.
Terakhir, disinggung apakah kelompok yang dikomandoinya memiliki legalitas resmi, ia mengatakan dirinya ditunjuk sebagai Ketua oleh Lurah Pangkalan Kerinci Timur Ridho Afalda. Menurutnya, pihak kelurahan saat itu melihat siapa yang aktif dan peduli terkait persoalan sampah dan lingkungan di wilayah tersebut. "Dan kita ini dari awal memang penggeraknya, ditunjuklah oleh kelurahan untuk jadi Ketua, lagian kita ini penggerak sosial kok tidak dapat apa-apa," tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, tambahan pungutan yang tidak tercantum dalam regulasi resmi itu diduga kuat merupakan bentuk pungutan liar (pungli), karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Menurut warga setempat, kutipan dilakukan oleh perangkat kelurahan atas nama "kesepakatan bersama" di tingkat kelurahan. “Saya bingung, uang tambahannya untuk apa? Katanya buat operasional dan pemeliharaan mobil angkutan sampah, padahal itu sudah ada dari Pemda. Ini aneh,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya, Kamis (16/05), dilansir dari tabloidtirai.com.
Ia menilai, pemaksaan pungutan di luar ketentuan Perda bisa dikategorikan sebagai pungli yang merugikan masyarakat kecil.
“Kalau dana resminya sudah ada dari PAD (Pendapatan Asli Daerah), mengapa masih minta tambahan dari warga? Ini perlu ditelusuri, karena jumlahnya bisa mencapai puluhan juta rupiah,” ujarnya geram.
Warga juga menyebut bahwa Surat Edaran Bappeda yang dikeluarkan pada Januari 2025 tidak menyebutkan adanya tambahan pungutan, sehingga makin memperkuat dugaan bahwa kebijakan tersebut diambil sepihak. (Rizal)
#Pelalawan #Dugaan Pungli #Pangkalan Kerinci Timur #Retribusi Sampah